Islam, sebagai agama yang komprehensif, tak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga memberikan panduan dalam berinteraksi dengan sesama dan alam semesta. Salah satu aspek yang diatur dengan detail adalah pengelolaan sumber daya alam, khususnya lahan pertanian dan konsep produktivitas lahan.
Konsep “menyatukan kepemilikan lahan dengan produktivitas” menjadi prinsip kunci dalam sistem ekonomi Islam untuk menjamin keberlanjutan dan kesejahteraan umat dalam bidang pertanian. Prinsip ini mendorong pemanfaatan optimal lahan pertanian, mencegah pemborosan, dan memastikan keadilan dalam distribusi sumber daya.
Berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang cenderung mengabaikan hak kepemilikan individu, Islam mengakui dan melindungi hak individu untuk memiliki lahan. Namun, kepemilikan ini bukan tanpa tanggung jawab. Islam mengaitkan kepemilikan lahan dengan kewajiban untuk mengelolanya secara produktif.

Hal ini tergambar jelas dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
مَنْ كَانَتْ لَه أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَم يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَه
“Siapa saja yang memiliki tanah, garaplah tanah itu, atau ia memberikan tanah tersebut kepada orang lain, dan jika ia tidak melakukan hal itu, sitalah tanahnya” (HR al-Bukhari).
Hadis ini mengandung makna yang mendalam.
- Pertama, ia mendorong setiap pemilik lahan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahannya. Menggarap lahan, menanaminya dengan berbagai komoditas pertanian yang halal, menjadi wujud nyata dari tanggung jawab kepemilikan.
- Kedua, hadis ini juga menawarkan solusi bagi mereka yang tidak mampu menggarap lahannya sendiri. Mereka dapat memberikannya kepada orang lain yang mampu mengelolanya, baik melalui sistem sewa, bagi hasil, atau wakaf.
- Ketiga, jika pemilik lahan tidak mampu menggarapnya sendiri dan juga tidak memberikannya kepada orang lain, maka ia sebaiknya “menyerahkan” atau “menyerahkan pengelolaannya” agar tidak terlantar dan tidak produktif. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak membiarkan sumber daya alam terbengkalai.
Konsep ini memiliki beberapa implikasi positif.
- Pertama, ia mendorong peningkatan produktivitas pertanian. Dengan adanya jaminan kepemilikan dan kebebasan untuk mengembangkan komoditas pertanian, motivasi individu untuk berproduksi akan terjaga. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang seringkali mengalami penurunan produktivitas karena kurangnya insentif bagi petani.
- Kedua, konsep ini mencegah terjadinya ketimpangan distribusi lahan. Islam tidak membatasi luas lahan yang boleh dimiliki seseorang, selama ia mampu mengelolanya secara produktif. Hal ini mencegah terjadinya penimbunan lahan yang tidak produktif oleh segelintir orang, sementara yang lain tidak memiliki akses terhadap lahan.
- Ketiga, mendorong diversifikasi pertanian. Islam membebaskan individu untuk mengembangkan komoditas pertanian apa saja, asalkan halal. Hal ini akan mendorong terciptanya keragaman produk pertanian dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas.
- Keempat, menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan mendorong pengolahan lahan secara produktif, Islam secara tidak langsung juga menjaga kelestarian lingkungan. Lahan yang tergarap dengan baik akan lebih terjaga dari kerusakan dan degradasi.
Dalam konteks modern, konsep ini tetap relevan dan dapat diimplementasikan melalui berbagai kebijakan.
- Pertama, pemerintah perlu memberikan dukungan dan fasilitas kepada petani, seperti akses permodalan, teknologi, dan pelatihan.
- Kedua, perlu adanya regulasi yang jelas terkait pemanfaatan lahan, sehingga mencegah spekulasi dan penimbunan lahan.
- Ketiga, penting untuk mengembangkan sistem informasi pasar yang transparan, sehingga petani dapat mengakses pasar yang adil dan mendapatkan harga yang layak atas hasil panennya.
- Keempat, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya produktivitas lahan dan mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam mengembangkan sektor pertanian.
Dengan mengimplementasikan konsep “menyatukan kepemilikan lahan dengan produktivitas” secara konsisten, kita dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menjamin ketahanan pangan bagi generasi mendatang. Konsep ini bukan hanya sebuah ajaran agama, tetapi juga sebuah strategi ekonomi yang bijaksana dan berkelanjutan.